Menggali budaya daerah adalah bentuk penghormatan pada jasa para
leluhur sehingga dengan demikian kita
mengenal diri sendiri dan memahami akan jati diri, mendarah daging hingga karakter
akan tercipta dengan sendirinya dan menimbulkan
nilai-nilai dan norma yang
selanjutnya menimbulkan rasa bangga
terhadap daerah pada khususnya dan negeri tercinta Republik Indonesia pada
umumnya.
Ditengah era mordenisasi sekarang ini dimana orang-orang seakan
berlomba mempercantik tampilan hanya karena image moderen atau kebaruan, hal
ini tanpa disadari menggeser nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya
bangsa sehingga dipandang perlu untuk menggali atau dengan gerakan menempatkan
adat dan budaya daerah pada posisi penting tanpa
mengabaikan kewajiban kita pada Negara dan Ajaran Agama yang kita anut masing-masing.
Berdasarkan pemikiran diatas dan membaca sejarah Bolaang Mongondow
yang hampir secara keseluruhan merujuk tulisan W DUNNABIER tentang RAJA- RAJA
BOLAANG MONGONDOW, yang berkisar pada kedatangan para leluhur dan
berkembangnya penduduk serta meluasnya
permukiman, dilengkapi dengan kisah
penomenal tentang kelahiran Mokodoludut yang
dilegendakan lahir dari telur burung duduk hingga kemudian menjadi Raja,
selajutnya kejayaan Kerajaan Bolaang
Mongondow pada masa kepemimpinan Raja Loloda Mokoagow Datoe Binangkang dan lebih lanjut hikayat para raja yang lain.
Perkembangan dan penyebaran penduduk membuat permukiman seperti
permukiman Babo, permukiman Tudu
Pasi,permukiman Tudu Polian, permukiman Tudu Yangat dan lain-lain sebagainya,
selalu dijumpai pada tulisan-tulisan
tentang Bolaang Mongondow namun sangat
disayangkan dari kisah-kisah tersebut diatas
tidak ada satu tulisan yang menerangkan tentang asal usul Suku Mongondow yang
pasti, (kisah kedatangan Boedoe Langit ynag dibawah air bah kepuncak gunung
Komasaan Bintauna), yang konon dikisahkan puncak daratan yang tidak diterpa air bah,
dengan berbagai versi memberikan penjelasan berbeda-beda, bahkan ada yang
menyatakan bahwa Boedoe Langit seorang laki-laki yang turun dari langit yang
kemudian kawin dengan Tendeduwata (puteri khayangan) sementara pada sisilain ketika membaca sejarah asal usul kota Manado, yang
mengisahkan tentang terjadinya suku Sangihe kita menemukan nama BUDU LANGI
sebagai puteranya HUMANSADULAGE (KOLANO / RAJA KERAJAAN WOWENTEHU / BOWENTWHU)
dengan isterinya TENDESHIWU, kemudian BUDU LANGI kawin dengan Puteri dari khayangan
bernama PUTERI TING, memperoleh anak TOUMALATITI, dikisahkan bahwa puteri
TOUMALATITI rajin mencari kayu di hutan dan menemukan telur burung dudugh
diatas pohon lampawanua, dan membawanya
ke istana kemudian TOUMALATITI hamil dengan seorang Pangeran yang datang
dimimpinya dan melahirkan seorang anak dan diberi nama MOKODOLUDUGH yang kemudian menjadi Raja Kerajaan
WOWENTEHU/BOWENTEHU dan kawin dengan BAUNIA mendapatkan anak LONGKONGBANUA kemudian
dikarunia anak lagi masing-masing LAYUBANGKAI, URINGSANGIANG,dan SINANGIANG, (sumber
Situs Resmi Pemkot Manado, diposting pada tahun 2012), dari
kisah ini menimbulkan tanda tanya dan penafsiran yang bermacam-macam bilah kita
kaitkan dengan sejarah Bolaang Mongondow, pertama tanda tanya apakah BUDU LANGI itukah BOEDOE LANGIT? kalau hal
ini benar maka pendapat yang bermunculan bahwa nenek moyang Bolaang Mongondow dan Sangihe
adalah satu berasal dari Kerajaan NEGRITO di GOTABALO MINDANAU sekarang
FILIPINA. dimana kisah tadi masih berlanjut tanda tanya pada puteri TOUMATITI itukah SALAMATITI yang
kawin dengan MANGGOPA KILAT (laki-laki yang datang disertai kilat) kemudian melahirkan anak yang
terbungkus dengan selaput rahim bagai telur dan dibuang kesungai yang ditemukan
oleh kedua suami isteri AMALIE dan INALIE
sedang dierami seekor burung DUDUK yang kemudian Lahir MOKODOLUDUT yang
kemudian menimbukan tanda tanya lagi itukah MOKODOLUDUGH, lalu bagaimana dengan anaknya LAYUBANGKAI dan YAYUBANGKAI apakah orang yang
sama? Sebagai penulis saya berani menyimpulkan
bahwa LAYUBANGKAI itulah YAYUBANGKAI karena nama ibunya pada kedua versi sama
yaitu BAUNIA.
Sejalan dengan judul penelusuran Arsitektur Bolaang Mongondow maka
upaya penulis selanjutnya menggali tata cara Orang Mindanau membuat tempat tinggal.
namun sebelumnya saya masih tertarik
dengan kata MONGONDOW yang akhirnya
dinyatakan sebagai nama suku.
MONGONDOW dari beberapa tulisan terdapat
perbedaan tentang MONGONDOW, ada yang menjelaskan bahwa MONGONDOW adalah nama
perkampungan diatas bukit, tetapi ada pula yang menyatakan MONGONDOW adalah
perubahan dari kata MOMONDOW atau berseru merayakan kemenangan, namun bagi saya
sebagai penulis mencoba mendekatkan kata MONGONDOW dan MONGOL atau MONGOLIA,
hal ini sangat erat hubungannya dengan Kerajaan NEGRITO yang diserang oleh
Pasukan MONGOLIA kemudian
pasukan tersebut menyebar ke arah
Selatan yaitu Sulawesi bagian Utara, Sangihe, Minahasa dan Bolaang
Mongondow dan menjadi suku masing-masing sesuai tempat yang menerka berkembang.
Khusus suku MONGONDOW pendapat saya sebagai penulis dengan merujuk
salah satu sejarah Kota Manado yang menjelaskan sebutan Manado oleh suku
Sangihe MONAROW dan sebutan suku
Mongondow MONADOW dimana row dan dow artinya
jauh maka MONGO mungkinkah MONGOLIA dan N mungkinkah NEGRITO sementara dow jauh,
sehingga dapatkah diartikan MONGOLIA dan suku dari Kerajaan NEGRITO yang berada
ditempat yang jauh dari negeri asalnya menjadi MONGONDOW hal ini hanya sebuah
tafsiran yang belum tentu kebenaranya.
Tetapi hal menarik lainnya
dalam semua tulisan tentang Bolaang
Mongondow seakan memberikan gambaran bahwa sebelum adanya BOEDOE LANGIT dan
lain-lain di Bolaang Mongondow sudah ada kehidupan para BOGANI sebagai pemimpin
masyarakat Bolaang Mongondow, sehingga kembali menimbulkan penafsiran bahwa dikisahkan
dalam AlQUR’AN tentang terjadinya air bah yang besar melanda dunia di Zaman Nabi NUH, mungkinkah para BOGANI
bagian dari UMAT NABI NUH yang dibawah air bah dan sampai di Bolaang Mongondow
hal ini mungkin saja dapat dipercaya mana kalah melihat Makam para BOGANI sepanjang 5 sd 7 M,
wallahualam bi sawab.
Dengan adanya penjelasan diatas sedikit memberikan gambaran budaya asal
yang kemudian menjadi titian penelusuran asal usul Arsitektur Bolaang Mongondow, disamping itu
tulisan-tulisan yang adapun tidak ada yang memberikan gambaran tentang seperti
apa tempat tinggal mereka, di daerah
lain terdapat banyak tulisan yang menerangkan tentang tata cara hidup dan
penghidupan para leluhurnya termasuk tata cara mendirikan bangunan tempat
tinggal.
Untuk itulah kali ini saya mencoba menggali seperti apa tempat
tinggal leluhur atau nenek moyang dahulu, namun sangat disayangkan tidak ada
catatan yang dapat dijadikan referensi.maka saya hanya memanfaatkan bertanya kepada
orang-orang tua yang dianggap memahami dan menafsirkan dengan keterbatasan
pengetahuan yang ada, namun saya menyakini dari bahasa yang mereka gunakan
berkomunikasi, dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa penyebutan jenis barang
atau apapun termasuk tempat tinggal (langkeang, laig, baloi) atau
dangau,gubuk, rumah sudah ada sejak zaman para leluhur, sehingga dengan
demikian saya berpendapat bahwa leluhur sudah membangun tempat tinggal seperti
langkeang (dangau), laig (gubuk) bahkan baloi (rumah)
namun bentuknya seperti apa tidak ada yang dapat dijadikan contoh atau
referensi.
Atas dasar pemikiran bahwa bahasa merupakan sarana utama berkomunikasi,
sebagai penulis saya menyakini bahwa nenek moyang ketika membangun
tempat tinggal (langkeang, laig, baloi) mereka mengambil pelajaran pada alam sekitarnya dijadikan filosofi seperti:
1. Mereka
meyakini bahwa disekitar mereka banyak binatang buas, Sehingga mereka membangun tempat tinggal yang lantainya tidak
berhubungan langsung dengan Tanah, maka sekarang ini banyak mendapati Bangunan tempoh dulu rata-rata menggunakan
pondasi Umpak dari Batu kemudian diatas batu didirikan tiang dengan tinggi sangat beragam mulai dari 1 M
sampai dengan 3 M, yang selanjut diikat
dengan pen pada takikan balok blandar
sehingga menjadi satu kesatuan arah gaya
yang kuat dan kokoh, hal ini menjadi satu bukti bahwa pengetahuan sudah
dimiliki oleh para leluhur.
2. Mereka
meyakini bahwa mereka sering duduk bersama bercengkrama membangun keluarga atau
menciptakan kekokohan ikatan ginalum (keluarga ), mogutat (bersaudara),
ikatan Ayah, Ibu dan anak (motolu adik) sehingga .muka lantai pun tergantung tingginya tiang
bangunan itu sendiri yaitu 1 M sampai dengan
3 M.
3. Keyakinan
akan fenomena alam yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan mereka dimana hujan dan panas datang silih berganti, maka tempat tinggal ditutup dengan atap.
4. Istirahat
(tidur) adalah bagian dari kebutuhan hidup maka nenek moyang atau para leluhur pun
membangun tempat tidur.
5. Sebagai mana
hujan dan panas keadaan suhu udarah berubah-rubah, maka leluhur menutup tinggal
dengan dinding.
6. Pintu adalah
akses masuk keluar bangunan leluhurpun
meyakini bahwa hal tersebut merupakan kebutuhan bangunan tempat tinggal yang
harus dibuat.
7. Tangga
adalah menjadi bagian dari sarana penting dalam bangunan tempat tinggal
olehnya mereka pun melengkapinya dengan
membangun tangga menyesuaikan dengan tinggi lantai.
8. Cahaya adalah
kebutuhan manusia hidup sehingga dalam bangunan tempat tinggal leluhur tidak
memperhitungkan bentuk, Jendela dan
ventilasi merupakan satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari.
9. Leluhur gemar
bersilahturahmi, kunjung mengunjung antara satu dengan yang lain sudah mendarah
daging sejak zaman kehidupan mereka hal ini dapat buktikan bahwa setiap tempat tinggal
dizaman dahulu bahkan sampai sekarang pada daerah perkebunan yang ada gubuknya
selalu tersedia adanya gopot atau tempat menerima tamu.
10. Makan dan
minum adalah kebutuhan vital, olehnya dapur sebagai tempat mengelolah makanan
dan minuman walau sebatas tungku atau doluong
tetap tersedia pada tempat tinggal leluhur .
Dari gambaran diatas dapat
disimpulkan bahwa bentuk bangunan tempat tinggal leluhur empat persegi yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana bangunan sekedar untuk melindungi bagunan
itu sendiri maupun penghuninya dari fenomena
alam atau dari gangguan binatang buas. hal ini semakin mebuat saya meyakini
bahwa langkeang (dangau) yang sekarang banyak dijumpai sebagai
tempat menjaga tanaman, baik dari binatang pengrusak ataupun tempat istirahat
seusai bekerja merupakan salah satu bentuk tempat tinggal leluhur dahulu, kemudian berkembang menjadi laig
(gubuk). Selanjutnya berkembang menjadi (baloi molantud) rumah
tinggi/rumah panggung. Adapun bahan bangunan yang digunakan oleh para leluhur
antara lain kayu sebagai oigi atau tiang dinding gedeg (nibong), bambu yang
dicincang (bota) sementara atap masih menggunakan ilalang yang
dijepit dengan bambu ( perna ada dipusat Kotamobagu bangunan PENDOPO ) bertiang
NIBONG ( sejenis Falem besar),beratap ilalang yang kemudian dihapus era 70 an
dan diganti dengan gedung BPU MOKODOLUDUT yang kemudian dihapus lagi tahun 2001
dan dibangun TAMAN KOTA sekarang.
Sementara bahan bangunan
lain yang banyak digunakan para leluhur lantai gedeg ( nibong ), entah tahun berapa
dan pengaruhnya dari mana perkembangan dinding menggunakan bambu anyam (pitate)
atap menggunakan daun sagu/aren yang dijahit dengan tali yang terbuat dari
rotan dan bambu yang jadi tulang atap.
Sudut pandang saya sebagai penulis mungkin dapat mendekati kebenarannya dengan alasan sebagai penulis banyak belajar tentang sejarah
perkembangan Arsitektur baik tradisional maupun
perkembangan Arsitektur modern.
Komalig (Istana Kerajaan Bolaang Mongondow), dalam penelusuran sejarah Arsitektur
sebagai penulis, saya menemukan sebuah foto yang bersumber dari Almanak Naamregester Van Nederlandsch- Indie
Voor Het Jaar 1853,1859,1860,1870 dan 1893 Batavia Ter Lands Drukkenj Digilized,
yang dinyatakan sebagai rumah Raja Bolaang Mongondow 1893, berbentuk empat persegi, dikelilingi serambi,
beratap tinggi perpaduan atap pelana dan belah ketupat
satu kesatuan menutupi hingga serambi, dan pada bagian samping yang
diperkirakan arah mata hari terbit atau bagian timur sedikit bidang atap dibuka
dan dipasang memanjang kearah satu bangunan, yang berfungsi ganda, sebagai
sumber pencahayaan, tetapi juga disimak lebih jauh ternyata menutup sebuah
bangunan kecil dan khusus yang disebut Gandaria (Tempat menerima Tamu) yang lantainya dibuat lebih tinggi dari
bangunan induk terlihat jelas, sementara terlihat pada bagian serambi dikelilingi pagar ukiran kayu, nampak pula bahwa bangunan rumah Tahun 1893 ini menggunakan Kayu yang didirikan
diatas batu sebagai pondasi umpak, dan terlihat beberapa bangunan lain yang ada sekitarnya
dengan tampilan atap yang sama dengan rumah
yang dinyatakan dalam sumbernya sebagai rumah raja tahun 1893, satu hal yang
menarik pada kompleks rumah terlihat pula sebuah bangunan pintu gerbag yang beratap pelana.
Dari foto yang ada sekiranya tampilan bagian
depannya yang jadi objek, maka pengaruh
Jawa sangat kental, tampilan atap terlihat seperti atap rumah Joglo sehingga menimbulkan tanda tanya
apakah penagruh Kerajaan Mojopahit yang
konon dikisahkan menguasai seluruh kerajaan diwilayah Nusantara, perna sampai
di Bolaang Mongondow ? Lihat Foto dibawa ini.
persahabatan dengan Sultanbullah dari Ternate.
Pada masa kepemimpinan Raja Cornelis Manoppo pada tahun 1825-1829,
ditengah menjalankan pemerintahan Raja menikahkan salah satu puteri dengan
salah seorang mubalig yang datang dari Gorontalo bernama Syarif Aloewi.
Pada Tahun
1833-1858 Kerajaan Bolaang Mongondow dipimpin Raja Oleh Jcobus Manuel
Manoppo, yang menikah puteri seorang Imam
TUEKO yang datang dari Gorontalo bernama ILINGO dengan perkawinan
tersebut Raja Jacobus Manuel Manoppo menjadi mualaf dan langsung menyatakan
Islam sebagai agama kerajaan dan mulai pada saat itu hukum-hukum
Islam ditegakan, terutama pada pelaksanaan pernikahan dengan ritual-ritual
sesuai dengan ajaran Islam dimulai pada tahun 1849, ditengah pemerintahannya
Raja Jacobus Manuel Manoppo melapor kepada Pemerintah Hindia Belanda bahwa dia telah
memeluk agama Islam dan meminta agar pemerintah Hindia Belanda mendatangkan
Imam dari Mekah, atas laporan Raja tersebut
Pemerintah Hindia Belanda memberikan gelar SULTAN kepada sang Raja, maka
sejak saat itu nama berubah dengan panggilan Raja SULTAN JACOBUS MANUEL MANOPPO, Pemerintah Hindia Belanda memenuhi permintaan
Raja Sultan Jacobus Manuel Manoppo dengan mendatangkan Imam dari Ace yang konon
dikabarkan berasal dari Mekah yang bernama RIZIK MAKI dengan membawah mashab
Syafii yang dengan demikian orang Mongondow ketika itu menyebutnya Imam Syafii.
Masa-masa inilah pengaruh Islam mulai
merambah Kerajaan Bolaang Mongondow, namun tidak ada tulisan yang
memberikan gamabaran tentang bangunan peninggalan Islam dimasa kepemimpinan
Raja Sultan Jacobus Manuel Manoppo, misalnya berupa Masjid atau Surau.
Pada
tahun 1999 oleh Keluarga besar Manoppo menunjuk saya menyusun perencanaan dan pekaksana pembuatan akses jalan menuju makam Raja Sultan Jacobus
Manuel Manoppo,menyambung akses jalan yang sudah dibangun sebelumnya oleh
Keluarga besar Sugeha menuju makam Raja Abraham Panungkelan Sugeha ke
arah kiri, dan untuk pertama kalinya saya datang ziara ke makam Raja
–raja atau GERE DI BOLAANG, betapa terkejutnya saya ketika saya menemukan
makam RAJA SULTAN JACOBUS MANUEL MANOPPO
yang dipagar dengan batu yang konon menggunakan perekat putih telur
burung maleo,yang diaduk dengan kapur terbuat dari kerang laut yang dibakar dan
dibangunlah pagar keliling makam dengan model tandu kerbau yang oleh orang
Mongondow menyebutnya SINON KAROMBAU, ( model tandu kerbau ).
Pada
saat pelaksanaan pembuatan akses jalan, menuju makam tersebut suatu hari pada saat sedang istirahat saya dengan seorang tukang duduk didalam lingkungan SINON
KAROMBAU tersebut didatangi oleh seorang nenek dari Bolaang dan bercerita dengan bahasa Mongondow “ sia na’a ki tuang pino takod “ atau dia inilah Raja yang dinaikan
kepuncak gunung, kemudian nenek tersebut memegang pagar SINON KAROMBAU dan berkata “ kaasi in niatnya dia nodapot igumonnya atop
in Komalignya pomiaan na Sinon Karombau “ atau kasian niatnya tidak tercapai dimana
sang raja berniat atap Komalig atau istananya dirubah seperti model tandu
Kerbau, sang nenekpun melanjutkan ceritanya dengan bahasa Mongondow “ sahingga
tonga pinogaid kon kuburnya “ akhirnya niat itu diwujudkan oleh masyarakat untuk
memagari kuburnya, kemudian sang nenek meninggalkan kami dan turun sedikit dan
membersihkan satu makam yang begitu saya lihat makam Raja Ridel Manuel Manoppo
dan setelah itu nenekpun pamit pulang.
Sungguh
menarik cerita sang nenek tetapi tidak dapat dijadikan referensi sekiranya benar ternyata Raja Sultan Jacobus Manuel Manoppo, sudah
merencanakan Istananya akan dirubah bentuk atapnya dalam sebutan sang nenek
seperti SINON KAROMBAU, dan sekiranya
terwujud maka Bangunan tersebut tak ubahnya seperti gaya rumah gadang
Sumatra Barat, bagi saya sebagai penulis mengira-ngira apakah cerita tadi
pengaruh Islam yang sudah dinyatakan
sebagai agama kerajaan atau pengaruh Melayu yang secara kebetulan Kerajaan
Bolaang Mongondow sudah kedatangan Imam Rizik Maki yang perna tinggal di tanah rencong
Ace ? wala hualam bi sawab. ( sebagai penulis akan berusaha untuk mengambil
foto SINON KAROMBAU pagar makam RAJA SULTAN JACOBUS MANUEL MANOPPO di BOLAANG
).
Pengaruh
Islam semakin luas pada masa pemrintahan Raja Abraham Panungkelan Sugeha Tahun
1886-1893 setelah menggantikan Raja JOHANES MANUEL MANOPPO yang dibuang oleh
Belanda ke- pulau Jawa, sang Rajalah yang jadi penda’i,
namun tidak ada juga bukti yang menjadi
situs sejarahnya.
Era awal Abad 20,
Perpindahan ibu kota kerajaan pada tahun 1900 dari Bolaang ke Kota
Baru diawali dengan pindahnya wakil pemerintah Belanda ke Sia, dan disanalah
disusun rencana membuka Kota Baru sebagi cikal bakal terbentuknya Kotamobagu
sekarang, dari mulut ke mulut dikisahkan bahwa kantor Conteuleur bertempat di
lokasi Rumah Jabatan Wali Kota Kotamobagu sekarang, enta seperti apa bentuk bangunannya
namun diyakini bahwa bangunan tersebut masih dominan menggunakan bahan bangunan
lokal yaitu kayu.
Pembangunan KOMALIG atau Rumah Raja
Dengan dibangunnya Kantor Conteuleur di Kotamobagu, maka pemerintah
kerajaan Bolaang Mongondow yang awalnya berpusat di Bolaang pun dipindahkan ke
Kotobangon yang diawali dengan pembangunan KOMALIG atau rumah Raja, dimana
struktur dan arsitektur memberikan gambaran kewibawaan, kebangsawanan namun
tetap terlihat pola dasarnya adalah langkeang dan tetap menampilkan penonjolan gandaria sebagai perubahan gopot masa
leluhur dahulu, pada bagian depan .
Yang sangat menarik perhatian disamping penonjolan Arsitektur yang artistik
dengan tampilan ornamen kayu bercorak sederhana, ada pulah penonjolan struktur konstruksi kayu jepit dimana
mengingatkan saya sebagai Tenaga Penyuluh Bidang Perumahan Sub Dinas Cipta
Karya Dinas PU Provensi Sulawesi Utara cabang Dinas PU Bolaang Mongondow pada
era 1990an dengan Program Pemugaran Perumahan desa kami memperkenalkan
konstruksi papan paku dengan sturuktur jepit, hal ini menimbulkan rasa bangga
selaku anak Mongondow ternyata sebelum adanya penemuan para ahli tentang
konstruksi papan paku permulaan abad 20 di Bolaang Mongondow sudah digunakannya. Namun patut dicatat dengan munculnya Komalig sebagai rumah Raja,
maka dikisahkan bahwa didesa-desa bermunculan rumah panggung yang konon
mengikuti tampilan tangga seperti Komalig sehingga dapat dinyatakan sebagai
rumah tinggal ciri khas Mongondow.
Bolaang Mongondow kehilangan ciri khas
Sejarah Indonesia menyebutkan bahwa penyebab pemberontakan PRRI
PERMESTA adalah adanya hubungan yang
tidak harmonis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terutama di
Sumatera dan Sulawesi mengenai Otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah sikap tidak puas tersebut mendapat dukungan beberapa perwira
militer hingga pecahnya pemberontakan, yang sangat disayangkan niat baik
perjuangan Otonomi daerah dikalah itu ternoda akibat keganasan tentara Permesta
yang tidak mempertimbangkan hak-hak rakyat hingga membakar rumah-rumah penduduk
yang sudah susah paya dibangun.
Konon dikisahkan
bahwa pembakaran rumah –rumah penduduk hingga ke pelosok desa termasuk pembakaran Komalig atau rumah Raja dilakukan
oleh Permesta sekitar tahun 1957 -1958 yang dengan demikian berdampak Bolaang
Mongondow kehilangan ciri khas bangunannya.
POLA KOMALIG JADI RUMAH ADAT
Gagasan Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah dinyatakan oleh Ibu
Negara Siti Hartina Suharto yang akrab dengan Sebutan IBU TIN SOEHARTO selaku
ketua Yayasan Harapan Kita yang berdiri pada tanggal 28 Agustus 1968, pada
rapat pengurus YHK pada tanggal 13 Maret 1970 di jalan Cendana No 8 Jakarta.
Bentuk dan sifat isian proyek berupa bangunan utama bercorak
rumah-rumah adat daerah yang dilengkapi dengan pagelaran kesenian, kekayaan
flora dan fauna, dan unsur budaya lain
dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia.
Pada Tanggal 30
Januari 1971, pada penutupan rapat kerja Gubernur Bupati dan Wali Kota se
Indonesia dihadiri oleh Presiden Suharto dan Ibu Tin Soeharto yang didampingi
oleh Mendagri Amir Mahmud untuk pertama kalinya memaparkan maksud dan tujuan
Pembangunan Miniatur Indonesia “ Indonesia Indah “ didepan umum.
Hal tersebutlah yang menjadi pemicu daerah-daerah mencanangkan
bentuk rumah adatnya masing-masing yang tidak lain bersumber dari khasana budaya
sendiri.
Bolaang Mongondow tak mau ketinggalan maka Bupati Alm. Kolonel CPM OE N
MOKOAGOW mencanangkan rumah Raja ( Komalig ) yang dibangun 1901 menjadi rumah
adat Bolaang Mongondow yang dengan
demikian struktur, arsitektur, dan utilitas lainnya diharuskan mengandung arti,
hal imi memicu diri saya untuk ingin tau akan hal-hal yang terkandung dalam
komponen rumah adat Bolaang mongondow, namun tokoh-tokoh adatpun tidak ada yang
dapat memberikan penjelasan, hal tersebut kembali mendorong saya untuk mencoba
menggali dengan dasar, melihat dan mengalami langsung kehidupan keturunan para Raja, maaf Kaum ( bangsawan ) yang
dianggap oleh sebahagian orang sebagai fiodal tetapi kenyataan yang saya jumpai
selama ini justru terbalik karena saya banyak bersama para keturunan raja yang penuh dengan tata krama, dan memiliki
kemampuan untuk mengayomi orang banyak hal ini
saya alami sejak masa kanak-kanak
era 60an, hingga sekarang, berdasarkan hal tersebut dan membaca beberapa
sejarah Bolaang Mongondow, mulai yang ditulis oleh masing-masing : W DUNABIER,
B GINUPIT, TANGGAPAN ATAS TULISAN W DUNABIER OLEH BAPAK R MOKOGINTA DAN BAPAK F
MOKOGINTA, Sejarah Bolaang Mongondow oleh DRS HI, SYAMSUL MOKOGINTA, SILSILAH ( SLAKBOM
) YANG DISUSUN OLEH ALM .BAPAK HAMIDU
MANOPPO, SILSILAH ( SLAKBOM ) YANG DISUSUN OLEH KAKEK KAMI ABO, BANJAR T MANOPPO, SILSILAH ( SLAKBOM ) YANG DISUSUN
OLEH ABO, YAHYA DJANGGOLA ( saudara Kandung Gubernur Sulawesi Tengah ),
SILSILAH YANG DISUSUN OLEH ABO ANDUNG SUGEHA, PERJALANAN HIDUP 2 ( DUA ) TOKOH
ADAT ABO, PAMGGULU PILIS MOKOGINTA DAN ABO PANGGULU MUHAEBAT KADENGKANG YANG
BANYAK DIKISAHKAN OLEH ALM. BAPAK J C MOKOGINTA, Membaca Penelusuran Sejarah
Bolaang Mongondow oleh Drs. HEIN MAMONTO, Membaca AD ART
RUKUN KELUARGA MOKOAGOW, oleh Organisasi Keluarga MOKOAGOW, Membaca AD
ART RUKUN KELUARGA SUGEHA di MOTOBOI BESAR dan sekitarnya, Membaca AD ART
KELUARGA MANOPPO, yang kesemuanya dilampirkan sejarah keluarga yang tidak lepas
dari sejarah Kerajaan Bolaang Mongondow, dan lain-lain yang diceritakan
orang-orang tua yang terlibat langsung dalam kehidupan yang berpegang teguh
pada Adat istiadat,
Atas dasar itu semua saya mencobah menggali kandungan yang terkandung
dalam struktur dan srsitektur dan utilitas lain pada rumah adat yang tentunya
belum dapat dipastikan kebenarannya namun diharapkan dengan adanya penafsiran
saya yang sangat terbatas ini mendapatkan perbaikan dari orang yang memahami
hal tersebut, Dengan demikian kandungan
arti satu demi satu komponen-komponen
rumah adat, menurut tafsiran saya yang sangat terbaras ini sebagai berikut : :
1.
OIGI
atau Tiang bawah dan BORORANG atau balok
belandar menggambarkan Kekokohan persatuan Paloko atau Rakyat mosintak atau
mengangkat Kinalang atau pemerintah
yaitu tafsiran tentang perjanjian Paloko dan Kinalang.
2.
OIGI
KON TUDUNYA atau Tiang atas dan Dinding adalah menggambarkab Pembantu-pembantu
Raja/Pemimpin atau TONDOL/OPOD in Datoe yang menjalankan tugas mengayomi dan
melindungi/melayani masyarakat.
3.
KUDA-KUDA,
RANGKA, dan ATOP bersusun menggambarkan kebesaran,kewibawaan, dan atap bagian depan melambangkan sebuah
mahkota kebangsawanan bagi seorang Datoe ( Raja ) atau Pemimpin.
4.
TUKAD DEEWA KON MUNA atau Dua Tangga
depan melambangkan keterbukaan.
5.
GANDARIA atau beranda adalah tempat spesial menerima Tamu.
6.
LOLINGKOP KON MUNA atau pintu depan adalah batas
rahasia Keluarga.
7.
LOLINGKOP IN TUOT
atau pintu Kamar adalah harga diri penghuni kamar.
8.
TALOG,
BONU BALOI atau lantai, ruang dalam rumah adalah privasi keluarga tempat khusus membangun
Pogoginalum ( Kekeluargaan), Pogogutat (Persaudaraan), Pototolu adik ( kekokohan
ikatan Ayah,Ibu dan Anak ), disamping itu Tempat tersebut hanya boleh dimasuki oleh anggota
keluarga melalui Tangga/ pintu samping, sementara tamu yang di ijinkan masuk ke
ruang dalam adalah tamu yang membawah berita menyagkut privasi kedua belah
pihak misalnya mau meminang, pengajian, selamatan serta hajat keluarga yang
melibatkan orang banyak.
9.
LOLINGKOP IN ABU atau pintu dapur adalah batas privasi Keluarga.
10.
LISPLANK yang dipasang berpola Lapi-lapi dan Hamuse adalah ornamen adat yang telah
ditentukan batas-batas penggunaannya dan Hamuse adalah pakaian puteri Mongondow,
11.
TONDOK IN GANDARIA Pagar keliling tempat spesial menerima tamu, terbuat dari kayu bercorak melambangkan ke
rama tamaan dan ke indahan tutur kata orang Bolaang Mongondow menerima tamu.
Dari sebelas kandungan arti dari komponen-komponen rumah adat mengandung
nilai-nilai sebagai berikut :
- OIGI
BO BORORANG- Paloko ( rakyat ) memiliki jiwa Patriot mendukung Pemimpinnya.
Kinalang ( Pemimpin/Pemerintah ) setia dan mengayomi rakyat
- OIGI
KON TUDUNYA BO DINDING Pemimpin melalui pembantu-pembantunya mewujudkan
pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
- KUDA-KUDA,RANGKA
BO ATOP Lambang kewibawaan pemimpin adalah yang mampu memenuhi kewajibannya
untuk mengayomi masyarakat.
- TUKAD
DEEWA KOMUNA Keterbukaan orang Bolaang Mongondow adalah mampu menerima dan
membaur dengan suku manapun.
-
GANDARIA
Silahturrahmi dan memuliakan tamu adalah budaya yang mengakar dan mendarah
daging bagi orang Bolaang Mongondow
- LOLINGKOP
KON MUNA Meletakan wibawa keluarga pada pintu gerbang utama adalah bagian dari
menjaga utuhnya rahasia keluarga.
-
LOLINGKOP
IN TUOT Meletakan kehormatan keluarga sebagai harga diri yang harus dijaga.
- TALOG BO BONU BALOI Membangun kebersamaan
keluargaan,saudara dan memperkuat ikatan yang kokoh Ayah, Ibu dan anak,
merupakan hal yang wajib bagi orang Bolaang Mongondow.
- LOLINGKOP
IN ABU Keberadaan dan keadaan keluarga menjadi bagian dari rahasia yang harus
dijaga.
- LISPLANK
Ornamen adat mengandung nilai karismatik yang harus dipertahankan.
- TONDOK
IN GANDARIA rama-tama menjadi ciri khas orang Bolaang Mongondow menerima tamu.
Dari bermacam arti dan nilai-nila yang terkandung dalam
komponen-komponen rumah adat, yang utarakan diatas ada beberapa hal yang menarik,
seperti Gandaria atau tempat spesial
untuk menerima tamu, yang menurut tafsiran saya hal ini adalah bagian dari
penegembangan GOPOT dan GOGABATAN pada zaman kehidupan leluhur dahulu.
Sementara menyangkut pintu depan sebagai batas rahasia keluarga,
dan pintu kamar sebagai harga diri penghuni kamar, maka dibawah ini gambaran
tantang Cerita beberapa rumah yang pernah
ada di desa MOTOBOI BESAR masa lalu seperti BALOI MOLOBEN milik Abo Panggulu
MUHAEBAT KADENGKANG, BALOI SENG milik ABO LOHO LOLODA MOKOAGOW, Baloi MOLANTUD
milik ABO MAYOR HENDRIK SUGEHA dan BALOI MOBUDO milik Keluarga ABO MAYOR
LOBANSUBU MANOPPO ( Kakek Gubernur SULAWESI Tengah LONGKY DJANGGOLA ) bahwa masing-masing rumah
tersebut diceritakan oleh orang-orang Motoboi Besar yang masih sempat menyaksikan
langsung bahwa tamu yang datang dijemput oleh tuan rumah di gandaria dengan
keadaan pintu utama masuk ruang dalam tertutup, tetapi hal yang menarik pula
bahwa pada ruang dalam tersebut ada sebuah tempat tidur yang teratur rapih dan
ditutup dengan kelambu yang konon tempat tidur tersebut diperuntukan kepada
Tamu spesial yang dipastikan pertama calon Anggota Keluarga atau calon menantu,
atau keluarga yang datang dari jauh, konon sekiranya ada tamu yang tidur maka
ditunjuklah anggota keluarga yang yang tidur beralas kasur dilantai, sekiranya
tamu itu laki-laki maka yang menemaninya 1 ( satu ) orang laki-laki, sekiranya
tamu yang datang itu perempuan dan tidur
maka disiapkan pula 2 ( dua ) orang perempuan tidur dibawah tempat tidur tamu, hal ini menandakan bahwa betul-betul kamar tidur
adalah lambang harga diri penghuni kamar.
Dari sekian rumah yang ditulis diatas masih
ada satu rumah yang masih berdiri sesuai
aslinya yaitu Baloi Mobudo atau rumah dari Kakeknya Gubernur Sulawesi Tengah,
yang menempatkan Gandaria yang pertama di jumpai oleh siapapun yang datang
sementara pintu khusus Keluarga dalam rumah ada pada bagian samping.
Yang paling menarik dalam penelusuran saya ditengah Daerah ini
kehilangan Ciri khas Arsitekturnya hingga saat ini sentuhan Pemerintah kembali
menampilkan Arsitektur Bolaang Mongondow baru satu kali terjadi yaitu pada masa Kepemimpinan BUPATI DRS. Hi. J. A
DAMOPOLII dengan membangun BOBAKIDAN
ERA 60an HINGGA SAAT INI.
Kebangkitan masyarakat Bolaang Mongondow
setelah harta benda berupa
bangunan rumah menjadi
korban keganasan PERMESTA dimulai pada awal tahun 60an disana-sini
bangunan-bangunan yang menampilkan beragam tampilan Arsitektur walau
demikian masih banyak yang menampilkan atap pelana, belah ketupat yang menjadi ciri khas leluhur Bangsa Indonesia yang tentunya tidak dapat
dinyatakan atau diakui secara sepihak sebagai
Arsitektur lokal Bolaang Mongondow tetapi patut pula diakui bahwa
Atap pelana sudah mendarah daging sejak adanya nenek moyang Bolaang Mongondow.
Perkembangan Arsitektur berlangsung terus
merambah seluruh pelosok negeri kita pun
di Bolaang Mongondow terbawa arus modernisasi, tampilan Arsitektur Eropa bermunculan dimana-mana kita semakin jauh dari
ciri khas, bahkan tanpa disadari kita terjerumus pada
gaya bangunan daerah bersalju namun hal itu tidak jadi indikator bagi pemilik
bangunan hanya memegang prinsif yang terpenting adalah tampilan walau
itu harus mengorbankan nilai-nilai budaya sendiri.
Maaf tulisan ini tidak bertujuan
menyinggung siapapun namun sangat diharap tulisan ini dapat mengingatkan kita
semua bahwa kita memiliki kekayaan budaya termasuk didalamnya adalah kekayaan
Arsitektur yang tidak kalah dengan daerah lain pada khususnya maupun Bangsa
lain pada umumnya.
Demikian penelusuran Arsitektur Bolaang
Mongondow ini diharapkan kritik dan masukan guna menambah wawasan pengetahuan
saya yang sangat terbatas ini, hal lain saya mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan para leluhur,
pertama kepada Paman saya Bapak Hi. P L SUGEHA,
Sepuh saya Drs HEIN MAMONTO yang banyak memberikan dukungan tentang tulisan ini.
Dengan ucapan “ MOTOBATU MOLINTAK KON TOTABUAN
saya akhiri tulisan ini wasalam.
terima kasih banyak atas ilmunya. saya jadikan reerensi tugas arsitektur nusantara saya untuk minggu depan, hahaha
BalasHapusiya iya semoga bermanfaat yaa
Hapusblh minta data nya ttg TA tema ars nusantara,ada kontak yg bisa di hubungi?
HapusMo hebat in adat naton..saatnya di lestarikan dan wajib di jaga oleh segenap rakyat in totabuan...
BalasHapusIjin share utat..
BalasHapusdipersilahkan.. semoga bermanfaat..
BalasHapus